PROPOSAL
PENELITIAN
PERANAN KELUARGA DALAM MENANAMKAN
NILAI-NILAI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA ANAK DI DESA KUNGKAI KECAMATAN BANGKO
KABUPATEN MERANGIN
OKIT
AGUNG WIJAYA
NPM : 13020111071
Diajukan untuk memenuhi
sebagian persyaratan
Memperoleh
gelar sarjana pendidikan
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
SEKOLAH
TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
YAYASAN
PENDIDIKAN MERANGIN BANGKO
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di
dalam keluarga, setiap orang tua menginginkan anak yang dilahirkannya menjadi
orang-orang yang berkembang secara sempurna. Mereka tentu menginginkan agar
anak yang dilahirkan menjadi orang yang cerdas, pandai serta menjadi orang yang
beriman kepada Tuhannya. Artinya dalam taraf yang sangat sederhana, orang tua
tidak ingin anaknya menjadi generasi yang nakal serta jauh dari nilai-nilai
pendidikan agama Islam.
Untuk
mencapai tujuan itu, maka seharusnya orang tua menyadari tentang arti
pentingnya pendidikan bagi anak-anaknya khususnya pendidikan yang ada sangkut pautnya dengan nilai-nilai pendidikan
agama Islam. Karena itu semua merupakan tanggung jawab orang tua terhadap
generasi yang dilahirkannya. Sehubungan dengan tanggung jawab ini, maka
seharusya orang tua dapat mengetahui mengenai apa dan bagaimana pendidikan
dalam keluarga.
Keluarga merupakan masyarakat
alamiah yang pergaulan di antara anggotanya bersifat khas. Dalam lingkungan ini
terletak dasar-dasar pendidikan, di sini pendidikan berlangsung dengan sendirinya
sesuai dengan tatananan pergaulan yang berlaku didalamnya”. (Zakiyah Darajat, 1996:
89)
Di
dalam UU No 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 7 ayat 1
dinyatakan bahwa “orang tua berperan
serta dalam memilih satuan pendidikan dan memperoleh informasi tentang
perkembangan anaknya”. Sementara itu pasal 7 ayat 2 dinyatakan pula bahwa
“orang tua dari anak usia wajib belajar, berkewajiban memberikan pendidikan
dasar kepada anaknya”. (Sisdiknas, 2003:7). Jadi dari sini jelas bahwa
pendidikan adalah tanggung jawab bersama baik antara keluarga, masyarakat dan
pemerintah.
Oleh
karena itu lembaga pendidikan keluarga selaku pendidikan yang paling
bertanggung jawab terhadap anak-anaknya, hendaknya selalu memperhatikan dan
membimbing anak-naknya khususnya bimbingan dan didikan yang berhubungan dengan
nilai-nilai pendidikan agama Islam karena itu merupakan kunci. Mengapa kunci?
karena pendidikan agamalah yang berperan
besar dalam membentuk pandangan hidup seseorang. Jadi dalam hal ini jelas bahwa
pembangunan sumber daya manusia, termasuk pembinaan anak, erat sekali kaitannya
dengan penumbuhan nilai-nilai seperti takwa kepada Tuhan, jujur, disiplin, dan
memiliki etos kerja yang tinggi. Hal ini bukanlah suatu proses sesaat,
melainkan suatu proses yang panjang yang harus dimulai sedini mungkin, yaitu
sejak masa anak-anak. Dengan menumbuhkan anak-anak sejak dini, akan lahirlah
generasi anak Indonesia yang berkualitas.
Pendidikan
untuk menghasilkan manusia yang berkualitas itu sangat penting bagi manusia
pada zaman kemajuan yang serba cepat ini, lebih-lebih pada abad yang akan
datang. Dari sekarang telah terasa kuatnya persaingan antara orang perorang,
antara kelompok, juga antar bangsa agar mampu bertahan dalam kehidupan yang
serba dinamis. Hidup pada zaman seperti itu tidaklah mudah anak-anak harus
disiapkan sedini mungkin, terarah, teratur, dan berdisiplin. Dalam kehidupan
seperti itu godaan dan hal-hal yang dapat merusak mental serta moral manusia
sungguh amat dahysat. Dan menghadapi zaman itu agama akan terasa lebih
diperlukan. Oleh karena itulah peranan pendidikan keluarga sangat dibutuhkan
sekali dalam menanamkan nilai-nilai pendidikan agama Islam pada anak semenjak
dini agar mereka mampu menjadi tunas bangsa yang baik dan berkualitas.
Keluarga
sendiri menurut para pendidik sebagaimana yang dikutip Jalaluddin (2002: 216)
dalam bukunya psikologi agama mengatakan bahwa: “Keluarga merupakan
lapangan pendidikan yang pertama, dan
pendidiknya adalah kedua orang tua. Orang tua (bapak dan ibu) adalah pendidik
kodrati. Mereka pendidik bagi anak-anaknya karena secara kodrat ibu dan bapak
diberikan anugerah oleh Tuhan pencipta berupa naluri orang tua. Karena naluri
ini timbul rasa kasih sayang para orang tua pada anak-anak mereka, sehingga
secara moral keduanya merasa terbebani tanggung jawab untuk memelihara,
mengawasi dan melindungi serta membimbing keturunan mereka”.
Dari
berberapa uraian di atas peneliti tertarik untuk melaksanakan penelitian
tentang peranan keluarga dalam menanamkan nilai-nilai pendidikan agama Islam di
Desa Kungkai Kecamatan Bangko Kabupaten Merangin, sebab di Desa ini perhatian
dan peran orang tua terhadap pendidikan agama Islam anak-anaknya cukuplah
besar. Hal ini dibuktikan dengan adanya bentuk arahan, motivasi, serta
latihan-latihan yang dilakukan oleh orang tua terhadap anak-anaknya secara
telaten dan sabar. Hal yang demikian dilakukan dan diupayakan oleh orang tua
karena besarnya rasa tanggung jawab mereka akan pentingnya peranan nilai-nilai
pendidikan agama Islam pada anaknya.
Meskipun
di antara mereka disibukkan dalam mencari nafkah sehari-hari, namun hal itu
tidak membuat surut mereka untuk selalu memperhatikan pendidikan anak-anaknya agar
anaknya tetap menjadi anak saleh, misalnya dengan jalan mengarahkan anak-anak
mereka pada guru-guru ngaji ataupun pada lembaga-lembaga lain yang dianggap
representatif untuk pendidikan anak-anaknya, seperti madrasah yang notabene
merupakan lembaga yang mengajarkan ilmu-ilmu keagamaan secara optimal.
Beradasarkan
hasil observasi tanggal 15 Maret 2017 di Desa Kungkai, Kecamatan Bangko,
Kabupaten Merangin Penulis Menemukan bahwa orang tua dalam menanamkan
Nilai-nilai Agama Islam pada anak kurang dalam mendidik, membimbing, menjadi
model dan teladan dalam membangun prilaku yang baik pada anak dalam keluarga.
Akibatnya adalah anak-anak tidak tau mana yang baik dan yang buruk, dan
akhlaknya menjadi tidak baik. Pokok-pokok penting dalam menanamkan nilai-nilai
agama islam pada anak adalah dengan cara mengajarkan untuk bersikap, bertingkah
laku, dan berbicara sesuai dengan pandangan Islam.
Bertolak
belakang dari latar belakang tersebut, penulis bermaksud untuk mengupas lebih
lanjut pokok persoalan tentang “Bagaimana Peran Orang Tua Dalam Menanamkan
Nilai-nilai Pendidikan Islam Pada Anak Di Desa Kungkai, Kecamatan Bangko,
Kabupaten Merangin”.
B.
Fokus
Penelitian
Dari latar belakang masalah diatas,
adapun fokus penelitian dalam penelitian ini adalah Peranan Keluarga Dalam
Menanamkan Nilai-nilai Pendidikan Agama Islam Pada Anak di Desa Kungkai
Kecamatan Bangko Kabupaten Merangin agar menjadi orang yang cerdas, pandai serta menjadi orang
yang beriman kepada Tuhannya.
C. Pertanyaan
Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah
di atas, adapun pertanyaan penelitian dalam penelitian ini yaitu pada:
1. Bagaimana peranan keluarga dalam
menanamkan nilai-nilai pendidikan agama Islam pada anak di Desa Kungkai
Kecamatan Bangko.
2. Bagaimana peranan keluarga dalam
menanamkan nilai-nilai akidah pada anak di Desa Kungkai Kecamatan Bangko.
3. Bagaimana peranan keluarga dalam
menanamkan nilai-nilai ibadah pada anak di Desa Kungkai Kecamatan Bangko.
4. Bagaimana peranan keluarga dalam
menanamkan nilai-nilai akhlak pada anak di Desa Kungkai Kecamatan Bangko.
D.
Tujuan
Penelitian
1. Untuk mengetahui bagaimana peranan
keluarga dalam menanamkan nilai-nilai pendidikan agama Islam pada anak.
2. Untuk mengetahui bagaimana peranan
keluarga dalam menanamkan nilai-nilai akidah pada anak.
3. Untuk mengetahui bagaimana peranan
keluarga dalam menanamkan nilai-nilai ibadah pada anak.
4. Untuk mengetahui bagaimana peranan
keluarga dalam menanamkan nilai-nilai
akhlak pada anak.
E.
Manfaat
Penelitian
Berdasarkan tujuan tersebut di atas
maka manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Sebagai salah satu bahan informasi
yang memungkinkan dijadikan pertimbangan dan acuan bagi keluarga dalam
menanamkan nilai-nilai pendidikan agama Islam pada anak dalam berpikir dan
aplikasinya.
2. Ikut serta dalam mengembangkan
sumbangan pemikiran karya ilmiah terhadap penanaman nilai-nilai pendidikan
agama Islam pada anak.
3. Hasil penelitian ini semoga dapat
memberikan konstribusi pemikiran yang dapat melengkapi penelitian-penelitian
sejenis yang pernah dilakukan di fakultas ini.
BAB
II
KAJIAN
PUSTAKA
A.
Pengertian
Pendidikan Agama Islam
Secara
terminologis pendidikan Agama Islam berorientasi tidak hanya sekedar memberikan
ilmu pengetahuan agama yangsifatnya Islamologi, melainkan lebih menekankan
aspek mendidik dengan arah pembentukan pribadi Muslim yang ta’at, berilmu dan
beramal shalih. Zuhairini dalam bukunya Metodik Khusus Pendidikan Agama Islam
(1983: 27) mengatakan: pendidikan Agama Islam berarti usaha-usaha secara
sistematis dan pragmatis dalam membantu anak didik supaya hidup sesuai dengan
ajaran Islam. Tayar
Yusuf (1986: 35) mendefinisikan Pendidikan Agama Islam sebagai berikut:
Pendidikan Agama Islam adalah usaha sadar generasi tua
untuk mengalihkan pengalaman pengetahuan, kecakapan dan keterampilan kepada
generasi muda agar kelak menjadi manusia Muslim, bertaqwa kepada Allah
swt. berbudi luhur dan berkepribadian luhur yang memahami, mengahayati dan
mengamalkan ajaran agama Islam dalam kehidupannya.
Dalam hal
ini Ahmad Tafsir (1992: 32) memberikan pengertian bahwa Pendidikan Agama
Islam adalah bimbingan yang diberikan oleh seseorang kepada seseorang
agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam. Bila disingkat,
pendidikan agama Islam adalah bimbingan terhadap seseorang agar menjadi
muslim semaksimal mungkin.
Pendidikan
dengan melalui ajaran agama Islam, yaitu berupa bimbingan dan asuhan terhadap
anak didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikan ia dapat memahami,
menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam yang telah diyakininya
secara menyeluruh serta menjadikan agama Islam sebagai suatu pandangan
hidup di dunia dan akhirat kelak.
Memperhatikan
ke empat definisi mengenai Pendidikan Agama Islam di atas, menjelaslah bahwa
proses pendidikan agama Islam sekalipun konteksnya sebagai suatu bidang studi.
Tidak sekedar menyangkut pemberian ilmu pengetahuan agama kepada siswa,
melainkan yang lebih utama menyangkut pembinaan, pembentukan dan pengembangan
kepribadian muslim yang ta’at beribadah dan menjalankan kewajibannya.
B.
Manfaat
Pendidikan Agama Islam Bagi Anak
Penting untuk mengetahui manfaat pendidikan Islam sejak dini
bagi anak kita. Karena dengan mengetahuinya kita akan menjadikan pendidikan ini
menjadi prioritas utama, sebelum mereka mendaatkan pendidikan umum lainnya.
Mendidik anak dengan nilai-nilai agama diharakan dapat menjadikan mereka
mempunyai sikap dan moral yang luhur.
Alasan lainnya diberikannya pendidikan Islam sejak dini pada
anak adalah karena saat itu mereka lebih banyak menghabiskan waktu dengan
keluarga. Saat itu pengaruh keluarga sangat dominan bagi mereka. Ini sekaligus
bisa menjadi bekal sebelum mereka bergaul dengan banyak orang di masyarakat.
Dengan sebab inilah maka tidak benar sepenuhnya jika kegagalan pendidikan ada
seorang anak disebabkan karena gagalnya sekolah mendidik sang anak, karena
bagaimanapun pengaruh keluarga lebih dominan dari itu.
Dengan banyaknya pihak yang memahami manfaat pendidikan
Islam sejak dini bagi anak, maka saat ini makin banyak lembaga pendidikan anak
usia dini berdiri. Jika dulu hanya ada Taman Kanak-Kanak (TK), kini sudah ada
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), yang umurnya berkisar antara 3 sampai 4
tahun. Dengan adanya PAUD ini memang orang tua sedikit lebih terbantu dengan pendidikan
Islam yang wajib diberikan ada anak-anaknya. Materi yang diberikan di PAUD
biasanya tidak berbeda jauh dengan di TK.
Namun sesuai usianya maka disini waktu bermainnya lebih
banyak. Orang tua bisa terbantu dengan berbagai materi yang telah diberikan
guru, seperti hafalan doa seari-hari atau praktek ibadah.
Menurut Asnelly Ilyas dalam bukunya “Mendambakan Anak
Saleh” bahwasanya:
Dalam
praktek pendidikan dan pengajaran, metode mi dilaksanakan dalam dua cara, yaitu
secara langsung (direct) dan tidak langsung (indirect). Secara
langsung maksudnya bahwa pendidik atau orang tua itu harus benar-benar
menjadikan dirinya sebagai contoh teladan yang baik terhadap anak. Sedangkan
secara tidak langsung dimaksudkan melalui cerita dan riwayat para nabi, kisah-kisah
orang besar, pahlawan dan para syuhada. Melalui kisah dan riwayat-riwayat di
diharapkan anak akan menjadikan tokoh-tokoh ini sebagai uswatun hasanah.
Penting bagi orang tua untuk mengulangi lagi materi yang
telah di daatkan anak di tempat belajarnya itu. Jangan sampai sang anak
mengalami kesulitan saat ia harus membacakan atau mempraktekkan pelajaran yang
telah diterimannya di depan kelas, di hadapan guru dan teman-temannya. Dan yang
lebih penting dari itu semua adalah bagaimana orang tua senantiasa memberikan
contoh sikap dan prilaku yang baik bagi mereka, terutama dalam melaksanakan
ibadah beragama. Jika setiap orang tua bisa melakukannya, maka kemungkinan
besar anak mereka nantinya akan menjadi anak baik dan bermanfaat bagi
sesamanya.
C.
Penanaman
Nilai-nilai Pendidikan Agama Islam Bagi Anak
Nilai adalah kadar, mutu, sifat (hal-hal) yang penting atau
berguna bagi kemanusiaan (W.J.S Poerwadarminta,1982: 677). Nilai dalam
pandangan Zakiyah Daradjat (1984:260) adalah suatu perangkat keyakinan ataupun
perasaan yang diyakini sebagai suatu identitas yang memberikan corak yang
khusus kepada pola pemikiran, perasaan, keterikatan, maupun perilaku. Nilai adalah
tolak ukur tindakan dan perilaku manusia dalam berbagai aspek kehidupan (Said
Agil Al-Munawar,2005: 4).
Menurut Raths, Harmin dan Simon sebagaimana dikutip oleh
Kamrani buseri (2003: 71), mengatakan bahwa nilai merupakan hasil proses
pengalaman, yang mana seseorang mempunyai rasa kekaguman, pilihan sendiri, dan
mengintegrasikan pilihannya ke dalam pola kehidupannya sehingga nilai akan
tumbuh dan berkembang dalam kehidupannya.
Nilai adalah sifat-sifat yang penting atau berguna bagi
kemanusiaan, budaya yang dapat menunjang kesatuan bangsa yang harus kita
lestarikan (Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa,2011: 356). Nilai tidak
terletak pada barang atau peristiwa, tetapi manusia memasukkan nilai kedalamnya
jadi barang mengandung nilai, karena subjek yang tahu dan menghargai nilai itu
(Khoiron Rosyadi,2004: 11).
Penanaman nilai-nilai agama Islam adalah meletakkan
dasar-dasar keimanan, kepribadian, budi pekerti yang terpuji dan kebiasaan
ibadah yang sesuai kemampuan anak sehingga menjadi motivasi bagi anak untuk
bertingkah laku.
Penanaman nilai-nilai agama Islam yang penulis maksud di
sini adalah suatu tindakan atau cara untuk menanamkan pengetahuan yang berharga
berupa nilai keimanan, ibadah dan akhlak yang belandaskan pada wahyu Allah SWT
dengan tujuan agar anak mampu mengamalkan pengetahuannya dalam kehidupan
sehari-hari dengan baik dan benar dengan kesadaran tanpa paksaan.
D.
Pengertian
Keluarga dan Anak
1.
Keluarga
Menurut Sigmund Freud, pada
dasarnya keluarga itu terbentuk karena adanya perkawinan pria dan wanita. Bahwa
menurut beliau keluarga merupakan manifestasi dari pada dorongan seksual
sehingga landasan keluarga itu adalah kehidupan seksual suami isteri.
Maka dapat difahami bahwa
Pengertian Keluarga adalah sekumpulan orang (rumah tangga) yang memiliki
hubungan darah atau perkawinan atau menyediakan terselenggaranya fungsi-fungsi
instrumental mendasar dan fungsi-fungsi ekspresif keluarga bagi para anggotanya
yang berada dalam suatu jaringan.
Fitzpatrick
(2004), memberikan pengertian keluarga dengan cara meninjaunya berdasarkan tiga
sudut pandang yang berbeda, yaitu:
1.
Pengertian Keluarga secara
Struktural: Keluarga didefenisikan berdasarkan kehadiran atau ketidakhadiran
anggota dari keluarga, seperti orang tua, anak, dan kerabat lainnya. Defenisi
ini memfokuskan pada siapa saja yang menjadi bagian dari sebuah keluarga. Dari
perspektif ini didapatkan pengertian tentang keluarga sebaga asal-usul
(families of origin), keluarga sebagai wahana melahirkan keturunan (families of
procreation), dan keluarga batih (extended family).
2.
Pengertian Keluarga secara
Fungsional: Defenisi ini memfokuskan pada tugas-tugas yang dilakukan oleh
keluarga, Keluarga didefenisikan dengan penekanan pada terpenuhinya tugas-tugas
dan fungsi-fungsi psikososial. Fungsi-fungsi tersebut mencakup fungsi
perawatan, sosialisasi pada anak, dukungan emosi dan materi, juga pemenuhan
peran-peran tertentu.
3.
Pengertian Keluarga secara
Transaksional: Defenisi ini memfokuskan pada bagaimana keluarga melaksanakan
fungsinya. Keluarga didefenisikan sebagai kelompok yang mengembangkan keintiman
melalui perilaku-perilaku yang memunculkan rasa identitas sebagai keluarga
(family identity), berupa ikatan emosi, pengalaman historis, maupun cita-cita
masa depan.
Dapat
disimpulkan bahwa karakteristik keluarga adalah:
1. Terdiri dari dua atau lebih individu
yang diikat oleh hubungan darah, perkawinan atau adopsi.
2. Anggota keluarga berinteraksi satu
sama lain dan masing-masing mempunyai peran sosial : suami, istri, anak, kakak
dan adik.
3. Anggota keluarga biasanya hidup
bersama atau jika terpisah mereka tetap memperhatikan satu sama lain.
4. Mempunyai tujuan menciptakan dan
mempertahankan budaya, meningkatkan perkembangan fisik, psikologis, dan sosial
anggota.
Keluarga juga dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu keluarga inti (conjugal family) dan keluarga kerabat
(consanguine family). Conjugal Family atau keluarga inti (batih) didasarkan
atas ikatan perkawinan dan terdiri dari suami, istri, dan anak-anak mereka yang
belum kawin. Sedangkan Consanguine family tidak didasarkan pada pertalian suami
istri, melainkan pada pertalian darah atau ikatan keturunan dari sejumlah orang
kerabat. Keluarga kerabat terdiri dari hubungan darah dari beberapa generasi
yang mungkin berdiam dalam satu rumah atau pada tempat lain yang berjauhan.
“Kesatuan keluarga consanguine ini disebut juga sebagai extended family atau
“keluarga luas. (Narwoko dan Suyanto, 2004, p. 14).
2. Anak
Menurut The Minimum Age
Convention Nomor 138 tahun 1973, pengertian
tentang anak
adalah seseorang yang berusia 15 tahun ke bawah. Sebaliknya , dalam Convention
on The Right Of the Child tahun 1989 yang telah diratifikasi pemerintah
Indonesia melalui Keppres Nomor 39 Tahun 1990 disebutkan bahwa anak adalah
mereka yang berusia 18 tahun ke bawah. Sementara itu, UNICEF
mendefenisikan anak sebagai penduduk yang berusia antara 0 sampai dengan 18
tahun. Undang-Undang RI Nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak,
menyebutkan bahwa anak adalah mereka yang belum berusia 21 tahun dan belum
menikah. Sedangkan Undang-undang Perkawinan menetapkan batas usia 16 tahun
(Huraerah, 2006: 19).
Maka, secara keseluruhan dapat
dilihat bahwa rentang usia anak terletak pada skala 0 sampai dengan 21 tahun.
Penjelasan mengenai batas usia 21 tahun ditetapkan berdasarkan pertimbangan
kepentingan usaha kesejahteraan sosial, kematangan pribadi dan kematangan
mental seseorang yang umumnya dicapai setelah seseorang melampaui usia 21
tahun.
Menurut Undang–undang no 23 tahun
2002 tentang perlindungan anak, hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia
yang wajib dijamin, dilindungi dan dipenuhi oleh orangtua, masyarakat,
pemerintah dan negara.
Dalam pasal 2 Undang-undang Nomor 4
tahun 1979 tentang kesejahteraan Anak, disebutkan bahwa :
1. Anak berhak atas
kesejahteraan, perawatan, asuhan, dan bimbingan berdasarkan kasih sayang, baik
dalam keluarganya maupun dalam asuhan khusus untuk tumbuh dan berkembang dengan
wajar.
2. Anak berhak atas pelayanan untuk
mengembangkan kemampuan dan kehidupan sosialnya, sesuai dengan kebudayaan dan
kepribadian bangsa, untuk menjadi warga negara yang baik dan berguna.
3. Anak berhak atas pemeliharaan dan
perlindungan, baik semasa kandungan maupun sesudah dilahirkan.
4. Anak berhak atas perlindungan
terhadap lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan
dan perkembangan dengan wajar (Huraerah, 2006: 21).
Sedangkan
dalam pasal 4 ayat 1 disebutkan bahwa anak yang tidak mempunyai orangtua berhak
memperoleh asuhan oleh negara atau orang atau badan. Kemudian , pasal 5 ayat 1
menyebutkan bahwa anak yang tidak mampu berhak memperoleh bantuan agar dalam
lingkungan keluarganya dapat tumbuh dan berkembang secara wajar.
Di samping
menguraikan hak-hak anak melalui Undang-Undang Nomor 4 tahun 1979 di atas,
pemerintah Indonesia juga telah meratifikasi Konvensi hak Anak PBB melalui
Keppres Nomor 39 tahun 1990. Menurut KHA yang diadopsi dari Majelis Umum PBB
tahun 1989, setiap anak tanpa memandang ras, jenis kelamin, asal-usul keturunan,
agama maupun bahasa, mempunyai hak-hak yang mencakup empat bidang :
1. Hak atas kelangsungan hidup,
menyangkut hak atas tingkat hidup yang layak dan pelayanan kesehatan.
2. Hak untuk berkembang, mencakup hak
atas pendidikan, informasi, waktu luang, kegiatan seni dan budaya, kebebasan
berpikir, berkeyakinan dan beragama, serta hak anak cacat (berkebutuhan
khusus) atas pelayanan, perlakuan dan perlindungan khusus.
3. Hak perlindungan, mencakup
perlindungan atas segala bentuk eksploitasi, perlakuan kejam dan
sewenang-wenang dalam proses peradilan pidana.
4. Hak partisipasi, meliputi kebebasan
utnuk menyatakan pendapat, berkumpul dan berserikat, serta hak untuk ikut serta
dalam pengambilan keputusan yang menyangkut dirinya.
Selain hak anak yang harus dipenuhi
oleh orangtua, keluarga dan Negara, anak juga memiliki kebutuhan-kebutuhan
dasar yang menuntut untuk dipenuhi sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang
secara sehat dan wajar. Menurut Katz, kebutuhan dasar yang penting bagi anak
adalah adanya hubungan orangtua dan anak yang sehat dimana kebutuhan anak,
seperti : perhatian dan kasih sayang yang kontinue, perlindungan, dorongan, dan
pemeliharaan harus dipenuhi oleh orangtua (Huraerah, 2006: 27)
Kegagalan
dalam proses pemenuhan kebutuhan tersebut akan berdampak negative pada
pertumbuhan fisik dan perkembangan intelektual, mental, dan sosial anak. Anak
bukan saja akan mengalami kerentanan fisik akibat gizi dan kualitas kesehatan
yang buruk, melainkan pula mengalami hambatan mental, lemah daya –nalar
dan bahkan perilaku-perilaku maladaptive, seperti: autism, ‘nakal’, sukar
diatur, yang kelak mendorong mereka menjadi manusia ‘tidak normal’ dan perilaku
kriminal (Huraerah, 2006: 27)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.
Pendekatan dan Metode Penelitian
Penelitian ini
menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan metode deskriptif yaitu
penelitian yang lebih menekankan kepada penalaran, gambaran, analisis dan
definisi suatu situasi tertentu, lebih banyak meneliti hal-hal yang berhubungan
dengan kehidupan sehari-hari dan diperkuat oleh pendapat ahli. Menurut Creswell
dalam Iskandar (2009:11) mengemukakan bahwa “Pendekatan deskriftif kualitatif
adalah suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan metodologi yang
menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah pada manusia, pada pendekatan ini
peneliti membuat suatu gambaran kompleks meneliti kata-kata, laporan terinci
dari pandangan responden dan melakukan pada situasi yang alami.
Berdasarkan
uraian dan pendapat di atas peneliti memilih metode penelitian kualitatif untuk
meneliti Peranan Orang Tua Dalam Menanamkan Nilai-nilai Pendidikan Agama Islam
Pada Anak di Desa Kungkai, Kecamatan Bangko, Kabupaten Merangin.
B.
Deskripsi
Latar dan Entri
1.
Latar Penelitian
Dalam
penelitian ini penulis memilih tempat di Desa Kungkai Kecamatan Bangko
Kabupaten Merangin, yang berjarak kurang lebih sekitar 6-7 Km dari Kota Bangko.
Keadaan
masyarakat di Desa Kungkai merupakan warga asli yang lahir dan besar di sana,
bahasa yang di gunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah bahasa asli Desa
tersebut atau biasa disebut bahasa Kungkai. Di Desa Kungkai tak hanya di huni
oleh penduduk asli, tapi ada juga warga pendatang dari Jawa, Palembang, Padang,
dan beberapa daerah lain. Walaupun tak banyak warga pendatang, tapi rata-rata
dari meraka yang tinggal di Desa Kungkai adalah mereka yang menikah dengan
warga Desa Kungkai.
Peneliti
memasuki daerah penelitian sebagai orang yang sudah dikenali, karena peneliti
merupakan salah satu warga Desa
Kungkai yang lahir dan besar di Desa Kungkai dan ingin mengetahui bagaimana
peranan Keluarga dalam menanamkan nilai-nilai agama Islam pada Anak, karna
seluruh masyarakat di Desa Kungkai beragama Islam.
2.
Entri Penelitian
Peneliti
pada penelitian ini tidak mengalami kesulitan dalam memperoleh data tentang
peranan orang tua dalam menanamkan nilai-nilai pendidikan agama islam pada anak
di Desa Kungkai, Kecamatan Bangko, Kabupaten Merangin. Hal ini disebabkan
peneliti adalah warga pada lokasi penelitia.
C. Kehadiran Peneliti
Kehadiran
peneliti sebagai pengumpul data atau disebut dengan human instrumen penelitian,
karena peneliti berpartisipasi penuh dalam mengumpul data yaitu wawancara dan
dokumentasi di Desa Kungkai, Kecamatan Bangko, Kabupaten Merangin. Penelitian
dilakukan selama ± 2 bulan dan peneliti berpartisipasi penuh dalam mengumpulkan
data yaitu dokumentasi dan wawancara yang berkaitan dengan masalah penelitian
peneliti.
D.
Teknik Pengumpulan Data
Dalam rangka pengumpulan data
digunakan 3 teknik yaitu: observasi, wawancara, dan studi dokumentasi.
1. Observasi
Observasi dilakukan menggukan panduan observasi yang
disiapkan untuk memudahkan dan membantu peneliti dalam memperoleh data. Panduan
tersebut dikembangkan dan diperbarui selama penulis berada dilokasi penelitian.
Metode observasi yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode observasi partisipan, yang mana peneliti ikut melibatkan diri
secara langsung dalam lingkungan penelitian peranan orang tua dalam menanamkan
nilai-nilai pendidikan agama islam pada anak di Desa Kungkai, Kecamatan Bangko,
Kabupaten Merangin.
2. Wawancara
Wawancara
diartikan sebagai metode pengumpul data melalui pertanyaan peneliti kepada
terwawancara secara berlangsung satu arah. Wawancara penulis gunakan untuk
mengumpul data tentang Peranan Orang Tua Dalam Menanamkan Nilai-nilai
Pendidikan Agama Islam di Desa Kungkai, Kecamatan Bangko, Kabupaten Merangin.
3. Dokumentasi
Dokumentasi penulis gunakan untuk memperoleh semua data-data yang
berhubungan dengan gambaran umum Peranan Orang Tua Dalam Menanamkan Nilai-nilai
Pendidikan Agama Islam Pada Anak di Desa Kungkai, Kecamatan Bangko, Kabupaten
Merangin yang meliputi:
a. Historis
dan Geografis Desa Kungkai
b. Struktur
Pemerintahan Desa Kungkai
c. Keadaan
Penduduk Desa Kungkai
d. Keadaan
Pendidikan Agama Islam dan Sarana Pendidikan Agama Islam Desa Kungkai
E.
Informan
Penelitian
Teknik pemilihan informan
menggunakan teknik snowball sampling, informan utamanya adalah orang tua,
anak-anak, guru ngaji, dan kepala desa di Desa Kungkai. Secara rinci dijelaskan
bahwa peneliti merencanakan orang tua menjadi informan utama untuk pengumpulan
data meyarankan untuk mengambil data dokumentasi maupun studi wawancara yang
hendak diteliti.
F.
Teknik
Analisis Data
Teknik analisis data yang
digunakan adalah content analysis atau analisis isi dari objek penelitian.
Menganalisa Peranan Orang Tua Dalam Menanamkan Nilai-nilai Pendidikan Agama
Islam Pada Anak di Desa Kungkai Kecamatan Bangko Kabupaten Merangin. Dalam hal
ini peneliti menggunakan analisis model Miles dan Huberman (Sugiono, 2009: 249)
langkah-langkah sebagai berikut:
1.
Reduksi Data
Reduksi
data merupakan proses pengumpulan data penelitian, seseorang peneliti dapat
menemukan kapan saja waktu untuk mendapatkan data yang banyak, apabila peneliti
mampu menerapkan metode observasi, wawancara atau dokumen yang berhubungan
dengan subjek yang di teliti, peneliti merekam data lapangan dalam bentuk
catatan-catatan lapangan(field note), harus ditafsirkan, atau seleksi
masing-masing data yang relevan dengan fokus masalah yang diteliti.
2.
Display Data atau Penyajian Data
Penyajian
data yang diperoleh ke dalam sejumlah matriks atau daftar kategori setiap data
yang di dapat, penyajian data biasanya digunakan bentuk naratif. Display data
digunakan untuk melihat gambaran secara keseluruhan data yang di dapat untuk
mengambil suatu kesimpulan yang tepat.
3.
Kesimpulan/ Verifikasi
Langkah
ketiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles dan Huberman adalah menarik
kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah
bila tidak di temukan bukti-bukti yang kuat mendukung pada tahap pengumpulan
data berikutnya.
Kesimpulan
dalam penelitian kualitatif adalah merupakan
temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa
deskripsi atau gambaran suatu objekyang sebelumnya masih remang-remang atau
gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal
atau interaktif, hipotesis atau teori.
G. Teknik Penjamin Keabsahan Data
Pemeriksaan
data yang dilakukan dengan triangulasi. Untuk mengecek sumber data yang
diperoleh di lapangan berkenaan dengan penelitian ini. Ada empat macam
trianggulasi yaitu menggunakan sumber, metodik, penyidik dan teori. Dalam
penelitian ini penulis menggunakan triangulasi dengan sumber yakni
membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan atau informasi yang
diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif.
Teknik penjamin keabsahan data dilakukan dengan perpanjangan keikut sertaan di
tempat penelitian, berdiskusi dengan teman sejawat dan penjelasan dosen
pembimbing.
H. Jadwal Penelitian
No
|
Uraian Kegiatan
|
Feb 2017
|
Maret 2017
|
April 2017
|
Mei 2017
|
Jun 2017
|
Jun 2017
|
1
|
Penyususan Proposal
|
√
|
|
|
|
|
|
2
|
Diskusi proposal
|
|
|
|
|
|
|
3
|
Ujian Proposal
|
|
|
|
|
|
|
4
|
Perbaikan setelah ujian
|
|
|
|
|
|
|
5
|
Pengumpulan Data penelitian
|
|
|
|
|
|
|
6
|
Uji keabsahan data
|
|
|
|
|
|
|
7
|
Membuat draf laporan
|
|
|
|
|
|
|
7
|
Diskusi draf laporan
|
|
|
|
|
|
|
8
|
Ujian Srkipsi
|
|
|
|
|
|
|
9
|
Penyempurnaan laporan
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
I.
DAFTAR PUSTAKA
Zakiah Daradjat.
1995. Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam. Jakarta: Bumi Aksara
Khoiron Rosyadi.
2004. Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
W.J.S. Poerwadarminta. 1982. Kamus Umum
Bahasa Indonesia. Perum Penerbitan dan Percetakan Balai Pustaka, Jakarta
Lestari,
Sri. 2012. Psikologi Keluarga: Penanaman Nilai dan Penanganan Konflik dalam
Keluarga. Jakarta: Prenada Media Group
Huraerah, Abu, M. Si., 2006. Kekerasan
terhadap Anak. Bandung: Penerbit Nuansa.
Moleong, Lexy. 2010. Metode
Penelitian Kualitatif. Bandung
: Rosda Karya.
Undang–undang no 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak
Undang-undang
Nomor 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan Anak
UU
No 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional
Tidak ada komentar:
Posting Komentar