Rabu, 05 April 2017

CONTOH PROPOSAL KUALITATIF PLS: PERANAN KELUARGA DALAM MENANAMKAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA ANAK DI DESA KUNGKAI KECAMATAN BANGKO KABUPATEN MERANGIN



PROPOSAL PENELITIAN
PERANAN KELUARGA DALAM MENANAMKAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA ANAK DI DESA KUNGKAI KECAMATAN BANGKO KABUPATEN MERANGIN


OKIT AGUNG WIJAYA
NPM : 13020111071

Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan
Memperoleh gelar sarjana pendidikan

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
YAYASAN PENDIDIKAN MERANGIN BANGKO
 2016/2017


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Di dalam keluarga, setiap orang tua menginginkan anak yang dilahirkannya menjadi orang-orang yang berkembang secara sempurna. Mereka tentu menginginkan agar anak yang dilahirkan menjadi orang yang cerdas, pandai serta menjadi orang yang beriman kepada Tuhannya. Artinya dalam taraf yang sangat sederhana, orang tua tidak ingin anaknya menjadi generasi yang nakal serta jauh dari nilai-nilai pendidikan agama Islam.
Untuk mencapai tujuan itu, maka seharusnya orang tua menyadari tentang arti pentingnya pendidikan bagi anak-anaknya khususnya pendidikan yang ada  sangkut pautnya dengan nilai-nilai pendidikan agama Islam. Karena itu semua merupakan tanggung jawab orang tua terhadap generasi yang dilahirkannya. Sehubungan dengan tanggung jawab ini, maka seharusya orang tua dapat mengetahui mengenai apa dan bagaimana pendidikan dalam keluarga.
Keluarga merupakan masyarakat alamiah yang pergaulan di antara anggotanya bersifat khas. Dalam lingkungan ini terletak dasar-dasar pendidikan, di sini pendidikan berlangsung dengan sendirinya sesuai dengan tatananan pergaulan yang berlaku didalamnya”. (Zakiyah Darajat, 1996: 89)

Di dalam UU No 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pasal 7 ayat 1 dinyatakan  bahwa “orang tua berperan serta dalam memilih satuan pendidikan dan memperoleh informasi tentang perkembangan anaknya”. Sementara itu pasal 7 ayat 2 dinyatakan pula bahwa “orang tua dari anak usia wajib belajar, berkewajiban memberikan pendidikan dasar kepada anaknya”. (Sisdiknas, 2003:7). Jadi dari sini jelas bahwa pendidikan adalah tanggung jawab bersama baik antara keluarga, masyarakat dan pemerintah.
Oleh karena itu lembaga pendidikan keluarga selaku pendidikan yang paling bertanggung jawab terhadap anak-anaknya, hendaknya selalu memperhatikan dan membimbing anak-naknya khususnya bimbingan dan didikan yang berhubungan dengan nilai-nilai pendidikan agama Islam karena itu merupakan kunci. Mengapa kunci? karena pendidikan  agamalah yang berperan besar dalam membentuk pandangan hidup seseorang. Jadi dalam hal ini jelas bahwa pembangunan sumber daya manusia, termasuk pembinaan anak, erat sekali kaitannya dengan penumbuhan nilai-nilai seperti takwa kepada Tuhan, jujur, disiplin, dan memiliki etos kerja yang tinggi. Hal ini bukanlah suatu proses sesaat, melainkan suatu proses yang panjang yang harus dimulai sedini mungkin, yaitu sejak masa anak-anak. Dengan menumbuhkan anak-anak sejak dini, akan lahirlah generasi anak Indonesia yang berkualitas.
Pendidikan untuk menghasilkan manusia yang berkualitas itu sangat penting bagi manusia pada zaman kemajuan yang serba cepat ini, lebih-lebih pada abad yang akan datang. Dari sekarang telah terasa kuatnya persaingan antara orang perorang, antara kelompok, juga antar bangsa agar mampu bertahan dalam kehidupan yang serba dinamis. Hidup pada zaman seperti itu tidaklah mudah anak-anak harus disiapkan sedini mungkin, terarah, teratur, dan berdisiplin. Dalam kehidupan seperti itu godaan dan hal-hal yang dapat merusak mental serta moral manusia sungguh amat dahysat. Dan menghadapi zaman itu agama akan terasa lebih diperlukan. Oleh karena itulah peranan pendidikan keluarga sangat dibutuhkan sekali dalam menanamkan nilai-nilai pendidikan agama Islam pada anak semenjak dini agar mereka mampu menjadi tunas bangsa yang baik dan berkualitas.
Keluarga sendiri menurut para pendidik sebagaimana yang dikutip Jalaluddin (2002: 216) dalam bukunya psikologi agama mengatakan bahwa: “Keluarga merupakan lapangan pendidikan yang  pertama, dan pendidiknya adalah kedua orang tua. Orang tua (bapak dan ibu) adalah pendidik kodrati. Mereka pendidik bagi anak-anaknya karena secara kodrat ibu dan bapak diberikan anugerah oleh Tuhan pencipta berupa naluri orang tua. Karena naluri ini timbul rasa kasih sayang para orang tua pada anak-anak mereka, sehingga secara moral keduanya merasa terbebani tanggung jawab untuk memelihara, mengawasi dan melindungi serta membimbing keturunan mereka”.
Dari berberapa uraian di atas peneliti tertarik untuk melaksanakan penelitian tentang peranan keluarga dalam menanamkan nilai-nilai pendidikan agama Islam di Desa Kungkai Kecamatan Bangko Kabupaten Merangin, sebab di Desa ini perhatian dan peran orang tua terhadap pendidikan agama Islam anak-anaknya cukuplah besar. Hal ini dibuktikan dengan adanya bentuk arahan, motivasi, serta latihan-latihan yang dilakukan oleh orang tua terhadap anak-anaknya secara telaten dan sabar. Hal yang demikian dilakukan dan diupayakan oleh orang tua karena besarnya rasa tanggung jawab mereka akan pentingnya peranan nilai-nilai pendidikan agama Islam pada anaknya.
Meskipun di antara mereka disibukkan dalam mencari nafkah sehari-hari, namun hal itu tidak membuat surut mereka untuk selalu memperhatikan pendidikan anak-anaknya agar anaknya tetap menjadi anak saleh, misalnya dengan jalan mengarahkan anak-anak mereka pada guru-guru ngaji ataupun pada lembaga-lembaga lain yang dianggap representatif untuk pendidikan anak-anaknya, seperti madrasah yang notabene merupakan lembaga yang mengajarkan ilmu-ilmu keagamaan secara optimal.
Beradasarkan hasil observasi tanggal 15 Maret 2017 di Desa Kungkai, Kecamatan Bangko, Kabupaten Merangin Penulis Menemukan bahwa orang tua dalam menanamkan Nilai-nilai Agama Islam pada anak kurang dalam mendidik, membimbing, menjadi model dan teladan dalam membangun prilaku yang baik pada anak dalam keluarga. Akibatnya adalah anak-anak tidak tau mana yang baik dan yang buruk, dan akhlaknya menjadi tidak baik. Pokok-pokok penting dalam menanamkan nilai-nilai agama islam pada anak adalah dengan cara mengajarkan untuk bersikap, bertingkah laku, dan berbicara sesuai dengan pandangan Islam.
Bertolak belakang dari latar belakang tersebut, penulis bermaksud untuk mengupas lebih lanjut pokok persoalan tentang “Bagaimana Peran Orang Tua Dalam Menanamkan Nilai-nilai Pendidikan Islam Pada Anak Di Desa Kungkai, Kecamatan Bangko, Kabupaten Merangin”.

B.     Fokus Penelitian
Dari latar belakang masalah diatas, adapun fokus penelitian dalam penelitian ini adalah Peranan Keluarga Dalam Menanamkan Nilai-nilai Pendidikan Agama Islam Pada Anak di Desa Kungkai Kecamatan Bangko Kabupaten Merangin agar menjadi orang yang cerdas, pandai serta menjadi orang yang beriman kepada Tuhannya.

C.    Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, adapun pertanyaan penelitian dalam penelitian ini yaitu pada:
1.      Bagaimana peranan keluarga dalam menanamkan nilai-nilai pendidikan agama Islam pada anak di Desa Kungkai Kecamatan Bangko.
2.      Bagaimana peranan keluarga dalam menanamkan nilai-nilai akidah pada anak di Desa Kungkai Kecamatan Bangko.
3.      Bagaimana peranan keluarga dalam menanamkan nilai-nilai ibadah pada anak di Desa Kungkai Kecamatan Bangko.
4.      Bagaimana peranan keluarga dalam menanamkan nilai-nilai akhlak pada anak di Desa Kungkai Kecamatan Bangko.

D.    Tujuan Penelitian
1.      Untuk mengetahui bagaimana peranan keluarga dalam menanamkan nilai-nilai pendidikan agama Islam pada anak.
2.      Untuk mengetahui bagaimana peranan keluarga dalam menanamkan nilai-nilai akidah pada anak.
3.      Untuk mengetahui bagaimana peranan keluarga dalam menanamkan nilai-nilai ibadah pada anak.
4.      Untuk mengetahui bagaimana peranan keluarga   dalam menanamkan nilai-nilai akhlak pada anak.

E.     Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan tersebut di atas maka manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.      Sebagai salah satu bahan informasi yang memungkinkan dijadikan pertimbangan dan acuan bagi keluarga dalam menanamkan nilai-nilai pendidikan agama Islam pada anak dalam berpikir dan aplikasinya.
2.      Ikut serta dalam mengembangkan sumbangan pemikiran karya ilmiah terhadap penanaman nilai-nilai pendidikan agama Islam pada anak.
3.      Hasil penelitian ini semoga dapat memberikan konstribusi pemikiran yang dapat melengkapi penelitian-penelitian sejenis yang pernah dilakukan di fakultas ini.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A.    Pengertian Pendidikan Agama Islam
Secara terminologis pendidikan Agama Islam berorientasi tidak hanya sekedar memberikan ilmu pengetahuan agama yangsifatnya Islamologi, melainkan lebih menekankan aspek mendidik dengan arah pembentukan pribadi Muslim yang ta’at, berilmu dan beramal shalih. Zuhairini dalam bukunya Metodik Khusus Pendidikan Agama Islam (1983: 27) mengatakan: pendidikan Agama Islam berarti usaha-usaha secara sistematis dan pragmatis dalam membantu anak didik supaya hidup sesuai dengan ajaran Islam. Tayar Yusuf (1986: 35) mendefinisikan Pendidikan Agama Islam sebagai berikut:
Pendidikan Agama Islam  adalah usaha sadar generasi tua untuk mengalihkan pengalaman pengetahuan, kecakapan dan keterampilan kepada generasi muda agar kelak menjadi manusia Muslim, bertaqwa kepada  Allah swt. berbudi luhur dan berkepribadian luhur yang memahami, mengahayati dan mengamalkan ajaran agama Islam dalam kehidupannya.

Dalam hal ini Ahmad Tafsir (1992: 32) memberikan pengertian bahwa Pendidikan Agama Islam  adalah bimbingan yang diberikan oleh seseorang kepada seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam. Bila disingkat, pendidikan agama Islam  adalah bimbingan terhadap seseorang agar menjadi muslim semaksimal mungkin.
Pendidikan dengan melalui ajaran agama Islam, yaitu berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar nantinya setelah selesai dari pendidikan ia dapat memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam yang telah diyakininya secara menyeluruh serta menjadikan agama Islam  sebagai suatu pandangan hidup di dunia dan akhirat kelak.
Memperhatikan ke empat definisi mengenai Pendidikan Agama Islam di atas, menjelaslah bahwa proses pendidikan agama Islam sekalipun konteksnya sebagai suatu bidang studi. Tidak sekedar menyangkut pemberian ilmu pengetahuan agama kepada siswa, melainkan yang lebih utama menyangkut pembinaan, pembentukan dan pengembangan kepribadian muslim yang ta’at beribadah dan menjalankan kewajibannya.

B.     Manfaat Pendidikan Agama Islam Bagi Anak
Penting untuk mengetahui manfaat pendidikan Islam sejak dini bagi anak kita. Karena dengan mengetahuinya kita akan menjadikan pendidikan ini menjadi prioritas utama, sebelum mereka mendaatkan pendidikan umum lainnya. Mendidik anak dengan nilai-nilai agama diharakan dapat menjadikan mereka mempunyai sikap dan moral yang luhur.
Alasan lainnya diberikannya pendidikan Islam sejak dini pada anak adalah karena saat itu mereka lebih banyak menghabiskan waktu dengan keluarga. Saat itu pengaruh keluarga sangat dominan bagi mereka. Ini sekaligus bisa menjadi bekal sebelum mereka bergaul dengan banyak orang di masyarakat. Dengan sebab inilah maka tidak benar sepenuhnya jika kegagalan pendidikan ada seorang anak disebabkan karena gagalnya sekolah mendidik sang anak, karena bagaimanapun pengaruh keluarga lebih dominan dari itu.
Dengan banyaknya pihak yang memahami manfaat pendidikan Islam sejak dini bagi anak, maka saat ini makin banyak lembaga pendidikan anak usia dini berdiri. Jika dulu hanya ada Taman Kanak-Kanak (TK), kini sudah ada Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), yang umurnya berkisar antara 3 sampai 4 tahun. Dengan adanya PAUD ini memang orang tua sedikit lebih terbantu dengan pendidikan Islam yang wajib diberikan ada anak-anaknya. Materi yang diberikan di PAUD biasanya tidak berbeda jauh dengan di TK.
Namun sesuai usianya maka disini waktu bermainnya lebih banyak. Orang tua bisa terbantu dengan berbagai materi yang telah diberikan guru, seperti hafalan doa seari-hari atau praktek ibadah.
Menurut Asnelly Ilyas dalam bukunya “Mendambakan Anak Saleh” bahwasanya:
Dalam praktek pendidikan dan pengajaran, metode mi dilaksanakan dalam dua cara, yaitu secara langsung (direct) dan tidak langsung (indirect). Secara langsung maksudnya bahwa pendidik atau orang tua itu harus benar-benar menjadikan dirinya sebagai contoh teladan yang baik terhadap anak. Sedangkan secara tidak langsung dimaksudkan melalui cerita dan riwayat para nabi, kisah-kisah orang besar, pahlawan dan para syuhada. Melalui kisah dan riwayat-riwayat di diharapkan anak akan menjadikan tokoh-tokoh ini sebagai uswatun hasanah.

Penting bagi orang tua untuk mengulangi lagi materi yang telah di daatkan anak di tempat belajarnya itu. Jangan sampai sang anak mengalami kesulitan saat ia harus membacakan atau mempraktekkan pelajaran yang telah diterimannya di depan kelas, di hadapan guru dan teman-temannya. Dan yang lebih penting dari itu semua adalah bagaimana orang tua senantiasa memberikan contoh sikap dan prilaku yang baik bagi mereka, terutama dalam melaksanakan ibadah beragama. Jika setiap orang tua bisa melakukannya, maka kemungkinan besar anak mereka nantinya akan menjadi anak baik dan bermanfaat bagi sesamanya.

C.    Penanaman Nilai-nilai Pendidikan Agama Islam Bagi Anak
Nilai adalah kadar, mutu, sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi kemanusiaan (W.J.S Poerwadarminta,1982: 677). Nilai dalam pandangan Zakiyah Daradjat (1984:260) adalah suatu perangkat keyakinan ataupun perasaan yang diyakini sebagai suatu identitas yang memberikan corak yang khusus kepada pola pemikiran, perasaan, keterikatan, maupun perilaku. Nilai adalah tolak ukur tindakan dan perilaku manusia dalam berbagai aspek kehidupan (Said Agil Al-Munawar,2005: 4).
Menurut Raths, Harmin dan Simon sebagaimana dikutip oleh Kamrani buseri (2003: 71), mengatakan bahwa nilai merupakan hasil proses pengalaman, yang mana seseorang mempunyai rasa kekaguman, pilihan sendiri, dan mengintegrasikan pilihannya ke dalam pola kehidupannya sehingga nilai akan tumbuh dan berkembang dalam kehidupannya.
Nilai adalah sifat-sifat yang penting atau berguna bagi kemanusiaan, budaya yang dapat menunjang kesatuan bangsa yang harus kita lestarikan (Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa,2011: 356). Nilai tidak terletak pada barang atau peristiwa, tetapi manusia memasukkan nilai kedalamnya jadi barang mengandung nilai, karena subjek yang tahu dan menghargai nilai itu (Khoiron Rosyadi,2004: 11).
Penanaman nilai-nilai agama Islam adalah meletakkan dasar-dasar keimanan, kepribadian, budi pekerti yang terpuji dan kebiasaan ibadah yang sesuai kemampuan anak sehingga menjadi motivasi bagi anak untuk bertingkah laku.
Penanaman nilai-nilai agama Islam yang penulis maksud di sini adalah suatu tindakan atau cara untuk menanamkan pengetahuan yang berharga berupa nilai keimanan, ibadah dan akhlak yang belandaskan pada wahyu Allah SWT dengan tujuan agar anak mampu mengamalkan pengetahuannya dalam kehidupan sehari-hari dengan baik dan benar dengan kesadaran tanpa paksaan.

D.    Pengertian Keluarga dan Anak
1.      Keluarga
Menurut Sigmund Freud, pada dasarnya keluarga itu terbentuk karena adanya perkawinan pria dan wanita. Bahwa menurut beliau keluarga merupakan manifestasi dari pada dorongan seksual sehingga landasan keluarga itu adalah kehidupan seksual suami isteri.
Maka dapat difahami bahwa Pengertian Keluarga adalah sekumpulan orang (rumah tangga) yang memiliki hubungan darah atau perkawinan atau menyediakan terselenggaranya fungsi-fungsi instrumental mendasar dan fungsi-fungsi ekspresif keluarga bagi para anggotanya yang berada dalam suatu jaringan.
Fitzpatrick (2004), memberikan pengertian keluarga dengan cara meninjaunya berdasarkan tiga sudut pandang yang berbeda, yaitu:
1.      Pengertian Keluarga secara Struktural: Keluarga didefenisikan berdasarkan kehadiran atau ketidakhadiran anggota dari keluarga, seperti orang tua, anak, dan kerabat lainnya. Defenisi ini memfokuskan pada siapa saja yang menjadi bagian dari sebuah keluarga. Dari perspektif ini didapatkan pengertian tentang keluarga sebaga asal-usul (families of origin), keluarga sebagai wahana melahirkan keturunan (families of procreation), dan keluarga batih (extended family).
2.      Pengertian Keluarga secara Fungsional: Defenisi ini memfokuskan pada tugas-tugas yang dilakukan oleh keluarga, Keluarga didefenisikan dengan penekanan pada terpenuhinya tugas-tugas dan fungsi-fungsi psikososial. Fungsi-fungsi tersebut mencakup fungsi perawatan, sosialisasi pada anak, dukungan emosi dan materi, juga pemenuhan peran-peran tertentu.
3.      Pengertian Keluarga secara Transaksional: Defenisi ini memfokuskan pada bagaimana keluarga melaksanakan fungsinya. Keluarga didefenisikan sebagai kelompok yang mengembangkan keintiman melalui perilaku-perilaku yang memunculkan rasa identitas sebagai keluarga (family identity), berupa ikatan emosi, pengalaman historis, maupun cita-cita masa depan.
Dapat disimpulkan bahwa karakteristik keluarga adalah:
1.      Terdiri dari dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan darah, perkawinan atau adopsi.
2.      Anggota keluarga berinteraksi satu sama lain dan masing-masing mempunyai peran sosial : suami, istri, anak, kakak dan adik.
3.      Anggota keluarga biasanya hidup bersama atau jika terpisah mereka tetap memperhatikan satu sama lain.
4.      Mempunyai tujuan menciptakan dan mempertahankan budaya, meningkatkan perkembangan fisik, psikologis, dan sosial anggota.
Keluarga juga dapat dibedakan menjadi dua, yaitu keluarga inti (conjugal family) dan keluarga kerabat (consanguine family). Conjugal Family atau keluarga inti (batih) didasarkan atas ikatan perkawinan dan terdiri dari suami, istri, dan anak-anak mereka yang belum kawin. Sedangkan Consanguine family tidak didasarkan pada pertalian suami istri, melainkan pada pertalian darah atau ikatan keturunan dari sejumlah orang kerabat. Keluarga kerabat terdiri dari hubungan darah dari beberapa generasi yang mungkin berdiam dalam satu rumah atau pada tempat lain yang berjauhan. “Kesatuan keluarga consanguine ini disebut juga sebagai extended family atau “keluarga luas. (Narwoko dan Suyanto, 2004, p. 14).
2.      Anak
Menurut  The  Minimum Age  Convention  Nomor 138 tahun 1973, pengertian tentang anak adalah seseorang yang berusia 15 tahun ke bawah. Sebaliknya , dalam Convention on The Right Of the Child tahun 1989 yang telah diratifikasi pemerintah Indonesia melalui Keppres Nomor 39 Tahun 1990 disebutkan bahwa anak adalah mereka yang berusia 18 tahun ke bawah. Sementara itu, UNICEF mendefenisikan anak sebagai penduduk yang berusia antara 0 sampai dengan 18 tahun. Undang-Undang RI Nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, menyebutkan bahwa anak adalah mereka yang belum berusia 21 tahun dan belum menikah. Sedangkan Undang-undang Perkawinan menetapkan batas usia 16 tahun (Huraerah, 2006: 19). 
Maka, secara keseluruhan dapat dilihat bahwa rentang usia anak terletak pada skala 0 sampai dengan 21 tahun. Penjelasan mengenai batas usia 21 tahun ditetapkan berdasarkan pertimbangan kepentingan usaha kesejahteraan sosial, kematangan pribadi dan kematangan mental seseorang yang umumnya dicapai setelah seseorang melampaui usia 21 tahun. 
Menurut Undang–undang no 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi dan dipenuhi oleh orangtua, masyarakat, pemerintah dan negara.  
Dalam pasal 2 Undang-undang Nomor 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan Anak, disebutkan bahwa : 
1.      Anak  berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan, dan bimbingan berdasarkan kasih sayang, baik dalam keluarganya maupun dalam asuhan khusus untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar. 
2.      Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan kehidupan sosialnya, sesuai dengan kebudayaan dan kepribadian  bangsa, untuk menjadi warga negara yang baik dan berguna.
3.      Anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan, baik semasa kandungan maupun sesudah dilahirkan. 
4.      Anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangan dengan wajar (Huraerah, 2006: 21).
Sedangkan dalam pasal 4 ayat 1 disebutkan bahwa anak yang tidak mempunyai orangtua berhak memperoleh asuhan oleh negara atau orang atau badan. Kemudian , pasal 5 ayat 1 menyebutkan bahwa anak yang tidak mampu berhak memperoleh bantuan agar dalam lingkungan keluarganya dapat tumbuh dan berkembang secara wajar. 
Di samping menguraikan hak-hak anak melalui Undang-Undang Nomor 4 tahun 1979 di atas, pemerintah Indonesia juga telah meratifikasi Konvensi hak Anak PBB melalui Keppres Nomor 39 tahun 1990. Menurut KHA yang diadopsi dari Majelis Umum PBB tahun 1989, setiap anak tanpa memandang ras, jenis kelamin, asal-usul keturunan, agama maupun bahasa, mempunyai hak-hak yang mencakup empat bidang : 
1.      Hak atas kelangsungan hidup, menyangkut hak atas tingkat hidup yang layak dan pelayanan kesehatan. 
2.      Hak untuk berkembang, mencakup hak atas pendidikan, informasi, waktu luang, kegiatan seni dan budaya, kebebasan berpikir,  berkeyakinan dan beragama, serta hak anak cacat (berkebutuhan khusus) atas pelayanan, perlakuan dan perlindungan khusus. 
3.      Hak perlindungan, mencakup perlindungan atas segala bentuk eksploitasi, perlakuan kejam dan sewenang-wenang dalam proses peradilan pidana. 
4.      Hak partisipasi, meliputi kebebasan utnuk menyatakan pendapat, berkumpul dan berserikat, serta hak untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan yang menyangkut dirinya. 
Selain hak anak yang harus dipenuhi oleh orangtua, keluarga dan Negara, anak juga memiliki kebutuhan-kebutuhan dasar yang menuntut untuk dipenuhi sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang secara sehat dan wajar. Menurut Katz, kebutuhan dasar yang penting bagi anak adalah adanya hubungan orangtua dan anak yang sehat dimana kebutuhan anak, seperti : perhatian dan kasih sayang yang kontinue, perlindungan, dorongan, dan pemeliharaan harus dipenuhi oleh orangtua (Huraerah, 2006: 27) 
Kegagalan dalam proses pemenuhan kebutuhan tersebut akan berdampak negative pada pertumbuhan fisik dan perkembangan intelektual, mental, dan sosial anak. Anak bukan saja akan mengalami kerentanan fisik akibat gizi dan kualitas kesehatan yang buruk, melainkan pula mengalami hambatan mental, lemah daya  –nalar dan bahkan perilaku-perilaku maladaptive, seperti:  autism, ‘nakal’, sukar diatur, yang kelak mendorong mereka menjadi manusia ‘tidak normal’ dan perilaku kriminal (Huraerah, 2006: 27)   


























BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A.    Pendekatan dan Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan metode deskriptif yaitu penelitian yang lebih menekankan kepada penalaran, gambaran, analisis dan definisi suatu situasi tertentu, lebih banyak meneliti hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari dan diperkuat oleh pendapat ahli. Menurut Creswell dalam Iskandar (2009:11) mengemukakan bahwa “Pendekatan deskriftif kualitatif adalah suatu proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah pada manusia, pada pendekatan ini peneliti membuat suatu gambaran kompleks meneliti kata-kata, laporan terinci dari pandangan responden dan melakukan pada situasi yang alami.
Berdasarkan uraian dan pendapat di atas peneliti memilih metode penelitian kualitatif untuk meneliti Peranan Orang Tua Dalam Menanamkan Nilai-nilai Pendidikan Agama Islam Pada Anak di Desa Kungkai, Kecamatan Bangko, Kabupaten Merangin.




B.     Deskripsi Latar dan Entri
1.      Latar Penelitian
Dalam penelitian ini penulis memilih tempat di Desa Kungkai Kecamatan Bangko Kabupaten Merangin, yang berjarak kurang lebih sekitar 6-7 Km dari Kota Bangko.
Keadaan masyarakat di Desa Kungkai merupakan warga asli yang lahir dan besar di sana, bahasa yang di gunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah bahasa asli Desa tersebut atau biasa disebut bahasa Kungkai. Di Desa Kungkai tak hanya di huni oleh penduduk asli, tapi ada juga warga pendatang dari Jawa, Palembang, Padang, dan beberapa daerah lain. Walaupun tak banyak warga pendatang, tapi rata-rata dari meraka yang tinggal di Desa Kungkai adalah mereka yang menikah dengan warga Desa Kungkai.
Peneliti memasuki daerah penelitian sebagai orang yang sudah dikenali, karena peneliti merupakan salah satu warga Desa Kungkai yang lahir dan besar di Desa Kungkai dan ingin mengetahui bagaimana peranan Keluarga dalam menanamkan nilai-nilai agama Islam pada Anak, karna seluruh masyarakat di Desa Kungkai beragama Islam.
2.      Entri Penelitian
Peneliti pada penelitian ini tidak mengalami kesulitan dalam memperoleh data tentang peranan orang tua dalam menanamkan nilai-nilai pendidikan agama islam pada anak di Desa Kungkai, Kecamatan Bangko, Kabupaten Merangin. Hal ini disebabkan peneliti adalah warga pada lokasi penelitia.
C.    Kehadiran Peneliti
Kehadiran peneliti sebagai pengumpul data atau disebut dengan human instrumen penelitian, karena peneliti berpartisipasi penuh dalam mengumpul data yaitu wawancara dan dokumentasi di Desa Kungkai, Kecamatan Bangko, Kabupaten Merangin. Penelitian dilakukan selama ± 2 bulan dan peneliti berpartisipasi penuh dalam mengumpulkan data yaitu dokumentasi dan wawancara yang berkaitan dengan masalah penelitian peneliti.

D.    Teknik Pengumpulan Data
Dalam rangka pengumpulan data digunakan 3 teknik yaitu: observasi, wawancara, dan studi dokumentasi.
1.      Observasi
Observasi dilakukan menggukan panduan observasi yang disiapkan untuk memudahkan dan membantu peneliti dalam memperoleh data. Panduan tersebut dikembangkan dan diperbarui selama penulis berada dilokasi penelitian.
Metode observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode observasi partisipan, yang mana peneliti ikut melibatkan diri secara langsung dalam lingkungan penelitian peranan orang tua dalam menanamkan nilai-nilai pendidikan agama islam pada anak di Desa Kungkai, Kecamatan Bangko, Kabupaten Merangin.

2.      Wawancara
Wawancara diartikan sebagai metode pengumpul data melalui pertanyaan peneliti kepada terwawancara secara berlangsung satu arah. Wawancara penulis gunakan untuk mengumpul data tentang Peranan Orang Tua Dalam Menanamkan Nilai-nilai Pendidikan Agama Islam di Desa Kungkai, Kecamatan Bangko, Kabupaten  Merangin.
3.      Dokumentasi
Dokumentasi penulis gunakan untuk memperoleh semua data-data yang berhubungan dengan gambaran umum Peranan Orang Tua Dalam Menanamkan Nilai-nilai Pendidikan Agama Islam Pada Anak di Desa Kungkai, Kecamatan Bangko, Kabupaten Merangin yang meliputi:
a.       Historis dan Geografis Desa Kungkai
b.      Struktur Pemerintahan Desa Kungkai
c.       Keadaan Penduduk Desa Kungkai
d.      Keadaan Pendidikan Agama Islam dan Sarana Pendidikan Agama Islam Desa Kungkai

E.     Informan Penelitian
Teknik pemilihan informan menggunakan teknik snowball sampling, informan utamanya adalah orang tua, anak-anak, guru ngaji, dan kepala desa di Desa Kungkai. Secara rinci dijelaskan bahwa peneliti merencanakan orang tua menjadi informan utama untuk pengumpulan data meyarankan untuk mengambil data dokumentasi maupun studi wawancara yang hendak diteliti.

F.     Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan adalah content analysis atau analisis isi dari objek penelitian. Menganalisa Peranan Orang Tua Dalam Menanamkan Nilai-nilai Pendidikan Agama Islam Pada Anak di Desa Kungkai Kecamatan Bangko Kabupaten Merangin. Dalam hal ini peneliti menggunakan analisis model Miles dan Huberman (Sugiono, 2009: 249) langkah-langkah sebagai berikut:
1.      Reduksi Data
Reduksi data merupakan proses pengumpulan data penelitian, seseorang peneliti dapat menemukan kapan saja waktu untuk mendapatkan data yang banyak, apabila peneliti mampu menerapkan metode observasi, wawancara atau dokumen yang berhubungan dengan subjek yang di teliti, peneliti merekam data lapangan dalam bentuk catatan-catatan lapangan(field note), harus ditafsirkan, atau seleksi masing-masing data yang relevan dengan fokus masalah yang diteliti.
2.      Display Data atau Penyajian Data
Penyajian data yang diperoleh ke dalam sejumlah matriks atau daftar kategori setiap data yang di dapat, penyajian data biasanya digunakan bentuk naratif. Display data digunakan untuk melihat gambaran secara keseluruhan data yang di dapat untuk mengambil suatu kesimpulan yang tepat.
3.      Kesimpulan/ Verifikasi
Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles dan Huberman adalah menarik kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak di temukan bukti-bukti yang kuat mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya.
Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah merupakan  temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu objekyang sebelumnya masih remang-remang atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal atau interaktif, hipotesis atau teori.

G.    Teknik Penjamin Keabsahan Data
Pemeriksaan data yang dilakukan dengan triangulasi. Untuk mengecek sumber data yang diperoleh di lapangan berkenaan dengan penelitian ini. Ada empat macam trianggulasi yaitu menggunakan sumber, metodik, penyidik dan teori. Dalam penelitian ini penulis menggunakan triangulasi dengan sumber yakni membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan atau informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif. Teknik penjamin keabsahan data dilakukan dengan perpanjangan keikut sertaan di tempat penelitian, berdiskusi dengan teman sejawat dan penjelasan dosen pembimbing.

H.    Jadwal Penelitian
No
Uraian Kegiatan
Feb 2017
Maret 2017
April 2017
Mei 2017
Jun 2017
Jun 2017
1
Penyususan Proposal





2
Diskusi proposal






3
Ujian Proposal






4
Perbaikan setelah ujian






5
Pengumpulan Data penelitian






6
Uji keabsahan data






7
Membuat draf laporan






7
Diskusi draf laporan






8
Ujian Srkipsi






9
Penyempurnaan laporan














I.         




DAFTAR PUSTAKA
Zakiah Daradjat. 1995. Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam. Jakarta: Bumi Aksara
Khoiron Rosyadi. 2004. Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
W.J.S. Poerwadarminta. 1982. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Perum Penerbitan dan Percetakan Balai Pustaka, Jakarta
Lestari, Sri. 2012. Psikologi Keluarga: Penanaman Nilai dan Penanganan Konflik dalam Keluarga. Jakarta: Prenada Media Group
Huraerah, Abu, M. Si., 2006.  Kekerasan terhadap Anak. Bandung: Penerbit Nuansa.
Moleong, Lexy. 2010. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : Rosda Karya.
 Undang–undang no 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak
Undang-undang Nomor 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan Anak
UU No 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional





Tidak ada komentar:

Posting Komentar