BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan zaman yang semakin maju menuntut manusia untuk
dapat mempertahankan eksistensinya dalam kehidupan. Sadar atau tidak sadar,
manusia sebagai makhluk monodualisme akan mengalami perbedaan keadaan sosial
dari waktu sebelumnya ke waktu sekarang ataupun masa depan. Perbedaan keadaan
itu yang menyebabkan adanya perubahan sosial, perubahan tatanan masyarakat yang
secara sadar ataupun tidak, cepat atau lambat. dapat berlangsung dengan
sendirinya maupun disengaja, tentunya dengan memperhatikan faktor-faktor
pendukung sekaligus penghambatnya.
Perubahan sosial yang terjadi akan berdampak pada
pembangunan sosial masyarakat, perubahan yang postif dan menguntungkan, akan
memberikan kontribusi terhadap pembangunan sosial, tentunya tak lepas dari
peran pembangunan ekonomi yang ada, karena pembangunan ekonomi yang maju, akan
menghasilkan pembangunan sosial yang maju pula.
Pengembangan masyarakat seharusnya berfokus pada usaha pemberdayaan masyarakat pada
suatu komunitas sehingga mereka memiliki kemampuan dan kesetaraan dengan
stakeholder lain. Pemberdaayaan masyarakat bisa diartikan menjadikan
masyarakat sebagai subjek pembangunan yang selaras dengan konsep people
centered development. Pemberdayaan ini bisa terjadi pada tingkatan individu,
keluarga, kelompok social maupun komunitas. Tanpa adanya pemberdayaan,
masyarakat kelas bawah atau kelompok yang lemah akan terus tersisihkan dan
tertindas tanpa tahu kapan dan bagaimana mereka bisa keluar dari kondisi mereka
yang memprihatinkan.
Dalam pemberdayaan masyarakat, dituntut pula partisipasi
masyarakat dalam keseluruhan proses pembangunan mulai perencanaan sampai
implementasi di lingkungan mereka tinggal. Keterlibatan masyarakat baik secara
fisik, material, maupun finansial diharapkan akan meningkatkan rasa kebersamaan
dan rasa memiliki proses dan hasil pembangunan yang dilakukan pada masyarakat
tersebut.
B.
RumusanMasalah
1.
Apa itu
perubahan sosial?
2.
Apa yang
dimaksud dengan pemberdayaan?
3.
Apa
pengertian pembangunan masyarakat?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Perubahan Sosial
Perubahan sosial secara
umum dapat diartikan sebagai suatu proses pergeseran atau berubahnya
struktur/tatanan didalam masyarakat, meliputi pola pikir yang lebih inovatif,
sikap, serta kehidupan sosialnya untuk mendapatkan penghidupan yang lebih
bermartabat.
Perubahan
sosial dalam kehidupan masyarakat terjadi karena masyarakat tersebut
menginginkan perubahan. Perubahan juga dapat terjadi karena adanya dorongan
dari luar sehingga masyarakat secara sadar ataupun tidak akan mengikuti
perubahan.
Perubahan
berasal dari dua sumber yaitu faktor acak dan faktor sistematis. Faktor acak
meliputi iklim, cuaca, atau karena adanya kelompok-kelompok tertentu. Faktor
sistematis adalah faktor perubahan sosial yang disengaja dibuat. Keberhasilan
faktor sistematis ditentukan oleh pemerintahan yang stabil dan fleksibel,
sumber daya yang cukup, dan organisasi sosial yang beragam. Jadi, perubahan
sosial biasanya merupakan kombinasi dari faktor sistematis dengan beberapa
faktor acak.
Faktor pendorong perubahan sosial adalah faktor yang
mempercepat perubahan sosial. Faktor tersebut meliputi kontak dengan masyarakat
lain, difusi (penyebaran unsur-unsur kebudayaan) dalam masyarakat, difusi antar
masyarakat, sistem pendidikan yang maju, sikap ingin maju, toleransi, sistem
stratifikasi (lapisan) sosial terbuka, penduduk yang heterogen
(bermacam-macam), ketidakpuasan terhadap kondisi kehidupan, orientasi ke masa
depan, nilai yang menyatakan bahwa manusia harus berusaha memperbaiki nasibnya,
disorganisasi (pertikaian) dalam keluarga), dan sikap mudah menerima hal-hal
baru.
Perubahan sosial tidak akan selalu berjalan mulus.
Perubahan sosial seringkali dihambat oleh beberapa faktor penghambat perubahan
sosial. Faktor tersebut meliputi kurangnya hubungan dengan masyarakat yang
lain, perkembangan ilmu pengetahuan yang terhambat, sikap masyarakat yang
tradisional, adat atau kebiasaan, kepentingan-kepentingan yang tertanam kuat
sekali, rasa takut akan terjadinya disintegrasi (meninggalkan tradisi), sikap
yang tertutup, hambatan yang bersifat ideologis, dan hakikat hidup.
B.
Pemberdayaan
Konsep pemberdayaan (empowerment) mulai tampak ke permukaan
sekitar decade 1970-an, dan terus berkembang sepanjang decade 1980-an hingga
1990-an (akhir abad ke-20). Konsep pemberdayaan dapat dipandang sebagai bagian
atau sejiwa sedarah dengan aliran-aliran yang muncul pada paruh abad ke-20 yang
lebih dikenal sebagai aliran post-modernisme. Aliran ini menitik beratkan pada
sikap dan pendapat yang berorientasi jargon-jargon antisistem, antistruktur,
dan antideterminisme yang diaplikasikan pada kekuasaan. Munculnya konsep
pemberdayaan merupakan akibat dari dan reaksi terhadap alam pikiran tata
masyarakat dan tata budaya sebelumnya yang berkembang di suatu Negara (Pranarka
dan Vidhandika, 1996).
Pemberdayaan diartikan memberikan sumberdaya, kesempatan, pengetahuan
dan keterampilan (distribution of resources) kepada warga untuk meningkatkan
kemampuan mereka dalam menentukan masa depannya sendiri dan berpartisipasi
dalam memenuhi kehidupan komunitasnya (Jim Ife, 1995). Sedangkan Deepa Narayan
(2002) mengartikan pemberdayaan sebagai perluasan aset-aset dan kemampuan
masyarakat yang tak berdaya (miskin) dalam menegosiasikan, mempengaruhi,
mengontrol serta mengendalikan tanggungjawab lembaga-lembaga yang mempengaruhi
kehidupannya.
Berdasarkan penelitian kepustakaan, proses pemberdayaan
mengandung dua kecenderungan. Pertama, proses pemberdayaan yang menekankan
kepada proses yang memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan
atau kemampuan kepada masyarakat agar individu menjadi lebih berdaya. Proses ini
dapat dilengkapi pula dengan upaya membangun asset material guna mendukung
pembangunan kemandirian mereka melalui organisasi (Oakley & Marsden, 1984).
Kecenderungan tersebut dapat disebut kecenderungan primer dari makna
pemberdayaan. Sedangkan kecenderungan kedua atau kecenderungan sekunder
menekankan pada proses menstimulasi, mendorong atau memotivasi individu agar
mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan
hidupnya melalui proses dialog.
1.
Partisipasi Komunitas
Proses partisipasi meliputi
perubahan relasi subjek-objek yang ada antara pemerintah dan institusi lainnya
dengan komunitas menjadi relasi yang lebih dialogis (subjek-objek). Proses
partisipasi mengubah cara pandang para praktisi pembangunan dengan mentransformasikan
kepentingan kelas mereka dan melibatkan komunitas dalam proses partisipasi
(rahmena, 1992). Partisipasi merupakan proses yang bertingkat dan membutuhkan
komitmen jangka panjang dari berbagai stakeholder untuk mendukung proses
tersebut. Diperlukan membangun pemahaman dan kompleksitas relasi kekuasaan dan
visi yang lebih dinamis tentang komunitas.
Partisipasi adalah proses aktif,
inisiatif diambil oleh warga komunitas sendiri, dibimbing oleh cara berfikir
mereka sendiri, dengan menggunakan sarana dan proses dimana mereka dapat
menegaskan control secara efektif. Partisipasi tersebut dapat dikategorikan:
a). Warga komunitas dilibatkan dalam tindakan yang telah
dipikirkan atau dirancang oleh orang lain dan dikontrol orang lain.
b). Partisipasi merupakan proses pembentukan kekuatan untuk
keluar dari masalah mereka sendiri. Titik tolak partisipasi adalah memutuskan,
bertindak, kemudian mereka merefleksikan tindakan tersebut sebagai subjek yang
sadar (Nasdian, 2014).
Pada dasarnya orang-orang akan berpartisipasi dalam kegiatan
komunitas apabila kondisi-kondisinya kondusif untuk melakukan kegiatan tersebut
(Nasdian, 2014). Kondisi-kondisi tersebut adalah seperti berikut ini:
a) Warga
komunitas akan berpartisipasi kalau mereka memandang penting isu-isu atau aktivitas
tertentu. Untuk menentukan isu atau tindakan mana yang penting, warga
komunitaslah yang menentukan dan bukan orang luar. Biasanya isu-isu yang
menyentuh kebutuhan mereka yang menjadi prioritas komunitas.
b) Warga
komunitas berpartisipasi apabila mereka merasa bahwa tindakannya akan membawa
perubahan, khususnya di tingkat rumah tangga atau individu, kelompok dan
komunitas. Contohnya adalah kegiatan ekonomi yang segera memberikan hasil yang
nyata.
c) Perbedaan
bentuk-bentuk partisipasi harus diakui dan dihargai. Jenis partisipasi yang
harus dihargai tidak hanya keterlibatan dalam kegiatan-kegiatan formal, tetapi
juga kegiatan-kegiatan pendukung lainnya.
d) Orang
yang dimungkinkan untuk berpartisipasi dan didukung dalam partisipasinya. Ini
berarti bahwa isu-isu seperti ketersediaan transportasi, keamanan, waktu dan
lokasi aktivitas serta lingkungan tempat aktivitas terjadi merupakan sesuatu
hal yang penting dan perlu dipertimbangkan oleh proses yang didasarkan pada
komunitas.
e) Struktur
dan proses partisipasi hendaknya tidak bersifat menjatuhkan. Sebagai contoh
prosedur pertemuan dan teknik-teknik pengambil keputusan seringkali
menyingkirkan orang-orang tertentu.
Dengan
adanya partisipasi maka akan terbentuk kerja kolektif yang tentunya membentuk
suatu kekuatan baru. Penyatuan potensi-potensi individu yang terpisah di
masyarakat ini bisa membentuk potensi yan besar untuk dikembangkan menuju
kemandirian suatu komunitas.
2. Pemberdayaan dan Partisipasi
Pemberdayaan dan partisipasi
merupakan hal yang menjadi pusat perhatian dalam proses pembangunan belakangan
ini di berbagai Negara. Kemiskinan yang terus melanda dan menggerus kehidupan
umat manusia akibat resesi internasional yang terus bergulir dan proses
restrukturisasi, agen nasional-internasional, serta negara-negara setempat
menunjukkan perhatian yang sangat besar terhadap strategi partisipasi
masyarakat sebagai sarana proses percepatan pembangunan manusia. Karena itu,
perlu ditekankan peningkatan tentang pentingnya pendekatan alternative berupa
pendekatan pembangunan yang diawali oleh proses pemberdayaan masyarakat local
(Craig dan Mayo, 1995).
Pemberdayaan dan partisipasi
merupakan strategi yang sangat potensial dalam rangka meningkatkan ekonomi,
social, dan transformasi budaya. Proses ini, pada akhirnya, akan dapat
menciptakan pembangunan yang lebih berpusat pada rakyat. Cara yang terbaik
untuk mengatasi masalah pembangunan adalah membiarkan semangat wiraswasta
tumbuh dalam kehidupan masyarakat yang berarti berani mengambil risiko, berani
bersaing, menumbuhkan semangat untuk menemukan hal-hal baru (inovasi) melalui
partisipasi masyarakat.
C.
Pembangunan Masyarakat
Pembangunan adalah semua proses perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya secara
sadar dan terencana. Sedangkan perkembangan adalah proses perubahan yang terjadi secara alami sebagai dampak dari
adanya pembangunan (Riyadi dan Deddy Supriyadi Bratakusumah, 2005). Portes
(1976) mendefenisiskan pembangunan sebagai transformasi ekonomi, sosial dan
budaya. Pembangunan adalah proses perubahan yang direncanakan untuk memperbaiki
berbagai aspek kehidupan masyarakat.
Hakikat pembangunan di Indonesia
adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh
masyarakat Indonesia. Seiring dengan itu, pembangunan pun menghendaki
keikutsertaan dari seluruh warga tanpa terkecuali.
Adapun secara spesifik menurut
Profesor Goulet dan beberapa tokoh lain mengatakan bahwa paling tidak ada tiga
komponen dasar atau nilai inti yang harus dijadikan basis konseptual dan
pedoman praktis untuk memahami arti pembangunan yang paling hakiki, yaitu:
kecukupan (sustenance), harga diri (self-esteem), serta kebebasan (freedom), yang merupakan tujuan pokok
yang harus digapai oleh setiap orang dan masyarakat melalui pembangunan. Adapun
pengertian dari ketiga komponen dasar ini, yaitu:
1. Kecukupan
adalah kemampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar. Kebutuhan dasar
disini yaitu segala sesuatu yang jika tidak dipenuhi akan menghentikan
kehidupan seseorang, meliputi pangan, sandang, papan, kesehatan, dan keamanan.
Fungsi dasar dari semua kegiatan ekonomi hakikatnya adalah untuk memenuhi
minimal kebutuhan-kebutuhan dasar tersebut. Maka bisa dikatakan bahwa
keberhasilan pembangunan ekonomi merupakat prasyarat bagi membaiknya kualitas
kehidupan;
2.
Harga Diri yaitu menjadi manusia seutuhnya. Komponen
universal yang kedua dari kehidupan yang serba lebih bak adalah adanya dorongan
dari diri sendiri untuk maju, untuk menghargai diri sendiri, untuk merasa diri
pantas dan layak melakukan atau mengejar sesuatu dan seterusnya. Indikator
keberhasilan pembangunan bukan hanya dilihat dari gedung-gedung mewah ataupun
teknologi canggih dan modern, melainkan segala hal yang bersifat internal diri,
manusianya sendiri harus ikut bangun.
3.
Kebebasan dari sikap menghamba yaitu berupa kemampuan untuk
memilih. Artinya makna pembangunan harus memiliki konsep kemerdekaan manusia.
Kemerdekaan atau kebebasan di sini hendaknya diartikan secara luas sebagai
kemampuan untuk berdiri tegak sehingga tidak diperbudak oleh pengajaran
aspek-aspek materiil dalam kehidupan ini. Jika kita memiliki kebebasan, itu
berarti untuk selamanya kita mampu untk berfikir jernih dan menilai segala
sesuatu atas dasar keyakinan, fikiran sehat, dan hati nurani kita sendiri.
Kebebasan juga meliputi kemampuan individual atau masyarakat untuk memilih satu
atau sebagian dari sekian banyak pilihan yang tersedia.
Pembangunan nasional Indonesia adalah paradigma pembangunan
yang terbangun atas pengalaman Pancasila yaitu pembangunan manusia Indonesia
seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya dengan Pancasila
sebagai dasar, tujuan dan pedomannya. Dari amanat tersebut dapat disadari bahwa
pembangunan ekonomi bukan semata-mata proses ekonomi, tetapi suatu penjelmaan
pula dari proses perubahan politik, sosial, dan budaya yang meliputi bangsa, di
dalam kebulatannya.
4.
Pembangunan
nasional merupakan cerminan kehendak terus menerus meningkat kesejahteraan dan
kemakmuran rakyat Indonesia secara adil dan merata, serta mnegambangkan
kehidupan masyarakat dan penyelenggaraan negara yang maju dan demokratis
berdasarkan Pancasila. Indonesia sebagai negara berkembang umumnya menganut
program pembangunan yang termasuk ke dalam kelompok negara yang melaksanakan
strategi industrialisasi dan substitusi impor yang berorientasi pada pemenuhan
pasar dalam negeri. Hal ini didasari oleh besarnya pasaran dalam negeri , jika
dibandingkan dengan negara-negara yang menganut model industrialisasi yang
berorientasi pada ekspor seperti Singapura, Korea Selatan, dan lain-lain.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perubahan
Sosial adalah suatu proses pergeseran atau berubahnya struktur/tatanan didalam
masyarakat.Menurut Soerjono Soekanto, adanya faktor-faktor intern (dari dalam
masyarakat) dan ekstern (dari luar masyarakat) yang menyebabkan terjadinya perubahan
sosial dalam masyarakat. Bentuk perubahan ini berupa perubahan evolusi dan
perubahan revolusi, perubahan direncanakan dan tidak direncanakan, dan
perubahan berpengaruh besar dan berpengaruh kecil. Perubahan sosial dibidang
pendidikan dilakukan dengan mengembangkan metode pengajaran dan kurikulum yang
berlaku.Perubahan sosial berdampak pada ilmu
pengetahuan di Indonesia dan sebagainya.
Pemberdayaan masyarakat haruslah
digali dari dalam komunitas untuk mencari potensi yang akan dikembangkan atau
dari masalah-masalah yang ada untuk bisa dicarikan solusi penyelesaiannya.
Pemberdayaan masyarakat harus didukung oleh anggota komunitas/ masyarakat yang
dibuktikan dengan partisipasi anggota masyarakat secara aktiv untuk
mengembangkan komunitasnya. Pengembangan masyarakat bisa diinisiasi pihak luar
atau bisa juga datang dari dalam komunitas tersebut.
Sedangkan
pembangunan adalah semua proses perubahan yang
dilakukan melalui upaya-upaya secara sadar dan terencana. Hakikat pembangunan di Indonesia adalah pembangunan
manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia
sehingga menghendaki keikutsertaan dari seluruh warga tanpa terkecuali.
B. Saran
Sebagai
masyarakat Indonesia yang bijak sudah seharusnya peka terhadap perubahan sosial
yang ada, secara sadar maupun tidak sadar, langsung maupun tidak langsung kita
larut dalam perubahan yang ada. Yang terpenting adalah bagaimana kita
memposisikan diri dan menyaring perubahan sosial yang ada.Perubahan sosial akan
berdampak pada pembangunan di Indonesia baik dari segi ekonomi maupun
sosialnya. Oleh karena itu, jika pembangunan di Indonesia ingin maju maka
perbaiki terlebih dahulu perubahan sosial yang ada di Indonesia ke arah yang
lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Hikmati,
Harry. 2001. Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Bandung: Humaniora Utama Press
(hal.1-48).
Ife, Jim.
1995. Community Development: Creating Community Alternatives, Vision, Analysis,
and Practice. Longman. Australia.
Nasdian,
Fredian Tony. 2014. Pengembangan Masyarakat. Jakarta: Kerjasama Departemen
Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia IPB dan
Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Oakley,
Peter & David Marsden. 1984. Approach to Participation in Rural
Development. Geneva: ILO.
Prijono,
Onny S. dan Pranarka, A.M.W. 1996. Pemberdayaan: Konsep, Kebijakan, dan
Implementasi. Jakarta: CSIS (hal.44-70).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar